Perseroan memahami bahwa ujung dari manajemen risiko adalah untuk menjaga pencapaian harapan dari pemangku kepentingan utama khususnya lender dan investor di sisi badan usaha, serta government dan road user di sisi publik. Semangat penyediaan infrastruktur di dalam skema kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha atau Public Private Partnership perlu dilandasi oleh perencanaan dan penerapan manajemen risiko dengan penuh kehati-hatian. Dengan berlandaskan pada adanya dua profil risiko yang sangat berbeda antara tahapan proyek yaitu sejak inisiasi hingga awal operasi, dan tahapan operasi yaitu selama masa pengoperasian. Keterpaduan manajemen risiko oleh Perseroan terhadap ruas-ruas jalan tol yang dimiliki dengan berbagai tahapannya menjadi sangat penting, untuk memberikan keyakinan kepada para pemangku kepentingan utama bahwa risiko investasi jangka panjang dalam penyediaan infrastruktur telah terkendali dengan baik, sehingga unsur ketidakpastian yang tidak terkendali menjadi sangat minimal. Perseroan telah menerapkan manajemen risiko semaksimal mungkin hingga ke tahapan tindak lindung risiko. Penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh Perseroan tersebut dimulai dari 1) identifikasi risiko, 2) penilaian dan analisis risiko lalu 3) perencanaan dan evaluasi mitigasi risiko, dilanjutkan dengan 4) monitoring dan pengendalian risiko.
Perseroan telah mengidentifikasi dan mengklasifikasi risiko yang dihadapi Perseroan dan Entitas Anak secara mandiri sesuai dengan bisnis usaha masing-masing berdasarkan tahapan proyek yaitu tahapan proyek atau pengembangan dengan tema efektivitas, dan tahapan operasi dengan tema efisiensi, serta masing-masing berdasarkan aspek keuangan investasi dan aspek keuangan operasi. Identifikasi dan klasifikasi risiko dilakukan Perseroan dimulai dari risiko yang memiliki tingkat probabilitas rendah hingga tinggi dan memiliki tingkat dampak yang rendah hingga tinggi terhadap tahapan dan jenis bisnis masing-masing.
10. Ekonomi Makro dan Ekonomi Transportasi (Kebijakan Sistranas)
Risiko Inkonsistensi pelaksanaan Kebijakan/Peraturan yang terhambat oleh rincian prosedur serta ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban Pemerintah dengan Badan Usaha, berdampak pada kelangsungan proyek Perseroan. Untuk lebih mengetahui updating mengenai kebijakan yang diterapkan, Perseroan secara intens melakukan koordinasi dengan Pemerintah. Kebijakan Land Capping yang pada awalnya sangat baik bagi kelancaran proyek, menjadi terkendala dengan keterbatasan dana APBN. Hal ini perlu dimitigasi dengan inovasi sumber dana talangan Pemegang Saham, yaitu dari lembaga keuangan setelah pihak kreditur.
Risiko Kemunduran Jadwal dan Kenaikan Biaya Pengadaan Tanah pada tahapan proyek tetap sangat tinggi. Meskipun telah tersedia berbagai fasilitas dana bergulir dan fasilitas Land Capping, ketidaksesuaian jadwal pengadaan tanah tidak dapat dihindari. Risiko ini terkait dengan adanya pengenaan nilai tambah tanpa batas waktu untuk dana bergulir BLU-BPJT. Hal ini memiliki pengaruh terhadap pencapaian rencana pengembangan bisnis Perseroan. Pengalaman Perseroan menghasilkan insight bahwa ada perbedaan peran tim penyiapan lahan di awal kajian rekayasa dan di masa konstruksi sebagaimana gambar berikut ini:
Faktor ketidakakuratan rencana atau estimasi yang menjadi berubah signifikan adalah diistilahkan sebagai Cost OverRun. Hal ini termasuk khususnya adalah ketidakakuratan teknik dalam hal prediksi lingkup dan biaya konstruksi.
Mitigasi risiko ini akan dilakukan berupa pelaksanaan Basic Design yang mendekati akurasi pelaksanaan RTA (Rencana Teknik Akhir) baik untuk bangunan atas dan juga untuk bangunan bawah dengan soil investigation/soil boring yang lebih akurat untuk mengetahui kondisi sub-soil sepanjang trase terpilih.
Risiko Kemunduran Jadwal dan Kenaikan Biaya Pengadaan Tanah pada tahapan proyek tetap sangat tinggi. Meskipun telah tersedia berbagai fasilitas dana bergulir dan fasilitas Land Capping, ketidaksesuaian jadwal pengadaan tanah tidak dapat dihindari. Risiko ini terkait dengan adanya pengenaan nilai tambah tanpa batas waktu untuk dana bergulir BLU-BPJT. Hal ini memiliki pengaruh terhadap pencapaian rencana pengembangan bisnis Perseroan. Untuk meminimalisir kemunduran jadwal tersebut, Perseroan berkoordinasi secara intens dengan instansi terkait seperti TPT dan P2T. Perseroan melakukan mitigasi risiko dengan terlebih dahulu memetakan status dan kondisi lapangan baik bidang Tanah, Bangunan dan Tanaman, Benda yang terdampak serta penanganan dampak sosial yang perlu dikelola. Perseroan selalu mendampingi TPT dan P2T untuk mendukung perencanaan program pengadaan tanah yang bersifat strategis, efisien dari sisi biaya dan waktu tetapi bisa efektif dalam percepatan kesiapan lahan untuk pekerjaan pelaksanaan konstruksi.
Proyeksi Traffic merupakan salah satu faktor utama bagi kelancaran proyek jalan tol Perseroan. Setiap ruas jalan tol memiliki tingkat risiko trafik yang berbeda, tetapi Perseroan tetap fokus pada jalan tol di kawasan megapolitan atau metropolitan Jakarta, Bandung, Surabaya. Khusus Cisumdawu adalah menghubungkan kawasan Pusat Kegiatan Utama Bandung-Cirebon, dan terkoneksi secara jaringan dengan jalan tol dalam kota Bandung yaitu Padaleunyi dan jalan tol Pantura yaitu jalan tol Cipali. Bagi Entitas Anak yang mengelola ruas Simpang Susun WaruBandara Juanda, penyebab utama rendahnya pencapaian volume transaksi dibandingkan dengan rencana awal adalah karena belum terkoneksinya jaringan jalan arteri dan tol sekitar, sehingga masih bersifat single destination menjadi penyebab utama rendahnya volume transaksi. Adapun ruas Soreang-Pasir Koja potensi untuk peningkatan trafik perlu adanya konektivitas jaringan ke wilayah Kota Bandung. Sedangkan untuk Ruas Depok-Antasari percepatan pembangunan sampai dengan Salabenda akan meningkatkan volume trafik karena terintegrasi dengan jalan Tol Bogor Ring Road dan akan menjadi alternatif sebagai jalan tol Jagorawi kedua. Selain proyeksi trafficPerseroan juga memperhatikan penyusunan Andall atau Analisis Dampak Lalu Lintas khususnya selama pelaksanaan konstruksi mengingat proyek jalan tol Perseroan umumnya (kecuali Cisumdawu) berada di kawasan perkotaan yang padat.
Risiko keterlambatan proyek menjadi cukup signifikan karena akan berdampak pada banyak hal di saat awal, yaitu timbulnya lost of opportunity akibat berkurangnya hari efektif operasi pemungutan pendapatan tol (karena akhir konsesi sudah ditetapkan). Di sisi pembiayaan akan timbul eskalasi biaya pengadaan tanah maupun eskalasi biaya konstruksi, ketentuan tentang penetapan tarif tol awal sudah sangat jelas seiring dengan penyelesaian ketentuan tentang penetapan tarif tol awal sudah sangat jelas seiring dengan penyelesaian proyek dan didapatkannya Sertifikat Laik Operasi. Namun demikian tetap ada risiko keterlambatan penetapan tarif tol awal terkait dengan penyelesaian bertahap dari seluruh panjang ruas, dan pengajuan revisi rencana bisnis pada akhir proyek atau awal pengoperasian.
Faktor eskalasi berbeda dengan faktor Cost Overrun. Untuk eskalasi proyek akan selalu diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum di sektor keBinaMargaan, yaitu ada rumus bakunya. Titik fokusnya adalah pada pengendalian waktu atau jadwal pelaksanaan, baik jadwal penyiapan lahan maupun jadwal pekerjaan konstruksi. Sedangkan yang masuk dalam faktor risiko adalah faktor Cost Overrun yang terjadi di luar perkiraan tetapi tetap harus dimasukkan dalam analisis risiko sebagai kejadian dengan tingkat probabilitas rendah atau sedang tetapi dengan tingkat dampak tinggi.
Faktor eskalasi biaya adalah peningkatan biaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang sesungguhnya bisa diprediksi seperti perkiraan inflasi, perencanaan jadwal, dan lain-lain. Dengan demikian aspek manajemen proyek yang baik menjadi faktor penting mitigasi risiko eskalasi biaya proyek.
Ketentuan tentang penetapan tarif tol awal sudah sangat jelas seiring dengan penyelesaian proyek dan didapatkannya Sertifikat Laik Operasi. Namun demikian tetap ada risiko keterlambatan penetapan tarif tol awal terkait dengan penyelesaian bertahap dari seluruh panjang ruas, dan pengajuan revisi rencana bisnis pada akhir proyek atau awal pengoperasian. Pada saat ini, sudah ada ketentuan baru berdasarkan Undang-Undang No. 2 tahun 2022 tentang Jalan 2021 khususnya tentang tarif tol awal yaitu sebagai berikut:
Risiko ini menduduki peringkat rendah karena memiliki dampak rendah dan probabilitas rendah. Pada saat ini, umumnya BUJT menghindari adanya komponen mata uang asing dalam mobilisasi pendanaan, meskipun cukup banyak juga tawaran pinjaman mata uang asing dari overseas creditor dengan bunga relatif rendah akan tetapi apabila memasukkan biaya untuk hedging maka menjadi tidak kompetitif dibandingkan dengan tawaran tingkat suku bunga dari domestic creditor dalam mata uang Rupiah. Perseroan juga telah menjajagi penerbitan global bondtetapi masih mempertimbangkan aspek risiko yang masuk dalam kelompok tingkat probabilitas sedang dengan tingkat dampak tinggi.
Perseroan beserta Entitas Anak menghadapi risiko kredit pinjaman kepada kreditur baik kepada bank ataupun nonbank yang akan dipergunakan untuk melakukan kegiatan usaha pada tahap pengembangan atau proyek khususnya oleh Entitas Anak yang dilakukan melalui realisasi penarikan kredit seiring progress konstruksi yang berujung pada mulainya pengoperasian. Memulai pengoperasian atau memulai pengumpulan tol merupakan milestone dari kesuksesan pengusahaan jalan tol dengan jangka waktu konsesi yang bisa mencapai 50 tahun. Perseroan serta Entitas anak terus berupaya mengendalikan dan mempertahankan exposure yang minimal terhadap risiko kredit yang dihadapi. Perseroan berusaha tidak melakukan pinjaman utang bank berdenominasi dalam mata uang asing, tidak terdapat kebijakan lindung nilai atas pinjaman karena seluruh pinjaman dilakukan dalam mata uang Rupiah.
Risiko Ekonomi baik Makro (global) maupun Transportasi (sektoral) adalah yang terkait dengan kebutuhan transportasi darat melalui jalan tol. Kajian proyeksi traffic selalu dilakukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan aspek jaringan (networking) baik makro (kelengkapan ruas jalan tol) maupun mikro (aksesibilitas). Selain itu juga sepenuhnya melakukan analisis bangkitan lalu-lintas 4 tahap. Hal penting dalam analisis tersebut adalah perlunya disclosure dari asumsi pengembangan jaringan dan asumsi pengembangan kawasan, serta asumsi kebijakan khususnya di sektor transportasi.
Pada saat kebutuhan dana dari sisi ekuitas atas suatu proyek dibutuhkan, Pemegang Saham mempunyai kriteria commercial viability yang sangat prudent sehingga kepastian kelayakan investasi akan mempengaruhi kelancaran setoran moda dari Pemegang Saham. Sebagai contoh ketentuan top up ekuitas oleh Pemegang Saham di dalam perjanjian kredit apabila terjadi cost overrun cukup membuat Pemegang Saham sangat berhati-hati dalam mengucurkan Ekuitas. Mitigasi risiko ini Perseroan secara berkala melakukan review terhadap struktur permodalan. Sebagai bagian dari review ini, Direksi dan manajemen mempertimbangkan biaya permodalan dan risiko yang berhubungan.
Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol mempunyai legal standing yang sangat kuat, sehingga kemungkinan adanya pencabutan konsesi cukup rendah probabilitasnya. Namun demikian apabila terjadi pencabutan konsesi maka dampaknya akan fatal bagi BUJT yaitu bagi Pemegang Saham khususnya adalah lost of opportunity, dan tentunya berdampak kepada Kreditur atau Pemegang Obligasi. Daftar simak pemenuhan kewajiban selama tahapan proyek harus dicermati agar tahapan proyek tidak mengalami kegagalan atau default di mata pemberi konsesi atau grantor, yaitu BPJT. Sepanjang sejarah pengusahaan jalan tol di Indonesia, terjadinya pencabutan konsesi adalah karena investor menyatakan sudah tidak mampu untuk melaksanakan atau meneruskan lingkup proyek yang ada dalam perjanjian konsesi. Pemerintah juga mempunyai pengalaman melakukan bundling ruas-ruas jalan tol sehingga proyek bisa berjalan kembali.
11. Ekonomi Makro dan Ekonomi Transportasi (Kebijakan Sistranas)
Risiko inkonsistensi pelaksanaan Kebijakan/Peraturan yang terhambat oleh rincian prosedur serta ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban Pemerintah dengan Badan Usaha, berdampak pada kelangsungan pengoperasian jalan tol selama masa pengoperasian. Untuk lebih mengetahui updating mengenai kebijakan yang diterapkan, Perseroan secara intens melakukan koordinasi dengan Pemerintah. Kebijakan zero ODOL pada faktanya sangat sulit untuk diterapkan, selama tidak ada koordinasi antar instansi terkait, yaitu sejak hulu yaitu sektor industri kendaraan angkutan barang hingga sektor hilir yaitu perhubungan darat dan korlantas. Risiko ODOL khususnya bagi struktur jalan tol layang harus bisa dimitigasi dengan operasi ODOL hingga berujung pada permintaan kompensasi karena kejadian yang di luar kendali badan usaha jalan tol.
Trilogi pelaksanaan konstruksi adalah BMW atau BiayaMutu-Waktu. Biaya diusahakan agar lebih rendah, Waktu diusahakan agar lebih cepat, tetapi untuk Mutu jelas tidak ada toleransi. Pencapaian mutu akan menentukan efisiensi dan efektivitas Pemeliharaan (Rutin dan Berkala) sehingga berpengaruh hingga kebutuhan Pemeliharaan Khusus atau upaya untuk mengembalikan SN (Structural Strength) pada kurva rencana. Faktor ODOL menjadi sangat berpengaruh dalam penurunan nilai SN meskipun pelaksanaan konstruksi telah berhasil dalam hal Mutu sesuai rencana atau spesifikasi.
Risiko defisit Arus Kas harus diatasi dengan CDS (Cash Deficiency Support) sehingga menambah beban pemegang saham. Apabila hal ini sudah bisa diprediksi sebelumnya, yaitu apabila “ramp-up traffic volume” di awal masa operasi lambat, maka bisa disusun trategi pemenuhan CDS-nya. Risiko ini berkaitan erat dengan kenaikan berkala tarif tol, dan khususnya berkaitan dengan inkonsistensi kebijakan transportasi khususnya transportasi darat, baik aspek perhubungan darat maupun aspek penegakan hukum oleh kepolisian.
Inkonsistensi yang harus dimitigasi sejak awal proyek (lihat uraian Manajemen Risiko No. 1 di tahapan proyek) adalah inkonsistensi penerapan master plan jaringan jalan tol dan jalan non-tol, yaitu mencakup makro (jaringan jalan tol/arteri) dan mikro (aksesibilitas jalan non-tol/pengumpan). Ruas jalan tol SERR-1 atau Waru-Juanda telah mengajukan permohonan kompensasi/solusi atas ketidaklengkapan jaringan SERR-123, dengan dilengkapi dokumen kronologis sejak proses FS 1992-1994 dan proses tender 1995-1996. Untuk ruas jalan tol Cisumdawu didukung oleh aspek positif bahwa ruas Cileunyi-Sumedang (hampir setengah dari panjang total sekitar 60 km) adalah segment dengan karakteristik “urban toll road” sehingga risiko ketidakpastian BIJB Kertajati tidak berpengaruh signifikan.
Pencapaian manajemen lalu-lintas selama operasi sangat menentukan pencapaian SPM, yang menjadi faktor kepastian kenaikan berkala tarif tol menurut UndangUndang Jalan 2022. Perseroan senantiasa berpendapat dan diterapkan dalam implementasi di lapangan, bahwa SPM adalah HAK pengguna jalan tol sebagai pelanggan Perseroan, tidak sekedar sebagai Kewajiban operator jalan tol.
Ketentuan tentang jadwal dan formula kenaikan berkala tarif tol sudah sangat jelas dan kuat tercantum di dalam regulasi sejak dari tingkat Undang-Undang hingga Peraturan Pemerintah. ATI (Asosiasi Jalan Tol Indonesia) selalu melakukan sosialisasi tentang kewajaran kenaikan berkala dua tahunan untuk tarif tol yang mengikuti besaran angka inflasi sesuai ketetapan BPS (Badan Pusat Statistik) setempat.
Aspek politis atau populis seringkali menyertai realisasi pelaksanaan kenaikan tarif tol berkala, dan khusus untuk jalan tol Cawang-Tanjung Priok-Ancol-Jembatan Tiga/Pluit yang dioperasikan secara terpadu dengan ruas CawangTomang-Pluit. Kedua operator jalan tol harus mampu secara bersama-sama memenuhi SPM yang telah ditetapkan oleh BPJT. Pemenuhan SPM perlu menjadi perhatian khusus karena apabila operator jalan tol belum mampu memenuhi SPM, maka kenaikan tarif tol akan mengalami penundaan (berkaitan dengan No. 5 di atas).
Bagi entitas anak Perseroan yang bergerak dalam bidang Operation dan Maintenance (O&M) yaitu PT Citra Persada Infrastruktur (CPI) kontrak merupakan nilai pendapatan dalam menjalankan bisnis usahanya. Saat ini kontrak yang dimiliki CPI merupakan kontrak periodik dengan jangka waktu singkat yang dilakukan per tahun anggaran, sehingga terjadi ketidakpastian perolehan kontrak pekerjaan. Kehilangan kontrak atau tidak tercapainya target pendapatan akan berakibat fatal bagi CPI dalam menjalankan bisnis O&M. Untuk meminimalisir risiko tersebut, sebaiknya kontrak O&M dikemas dalam kontrak jangka panjang, meningkatkan marketing dengan mencari pendapatan lain pada iklan. CPI juga telah melakukan halhal seperti pembaharuan Sertifikasi ISO dan Format kontrak berbasis kinerja – PBMC (performance-based maintenance contract).
Risiko kasus Pengadaan Tanah pada tahap operasi sangat rendah probabilitasnya tetap seandainya terjadi sangat tinggi dampaknya, apabila badan usaha harus memberikan kompensasi Uang Ganti Kerugian kepada pemegang hak atas tanah, meskipun kemudian mendapat kompensasi perpanjangan konsesi dari Pemerintah.
Upaya mendanai proyek-proyek jalan tol tidak terlepas dari kebutuhan dari proyek tersebut. Dana yang diperoleh dapat dari pinjaman bank maupun dari surat berharga dengan tingkat bunga yang bervariasi. Kenaikan tingkat bunga serta ketidaksesuaian jumlah real volume lalu lintas yang berada di bawah hasil kajian konsultan lalu lintas akan berdampak negatif pada kinerja keuangan BUJT tersebut. Akibat dari hal tersebut akan terdapat kesulitan untuk membayar hutang bunga baik bunga pinjaman maupun surat berharga.
Untuk mengurangi risiko tersebut di atas, Perseroan harus mempunyai kebijakan sistem pendanaan melalui pihak perbankan maupun dengan instrumen hutang dengan tenor yang lebih panjang.
Risiko Ekonomi Makro dan Transportasi adalah pada persaingan antar moda transportasi yang berbeda, seiring dengan dinamika perkembangan radikal transportasi daring (online), pembangunan angkutan umum masal besar-besaran, dan pergeseran “back to the city” melalui pembangunan apartemen hunian di tengah kota secara masif pada berbagai tingkat ekonomi masyarakat. Risiko Nilai dan Persaingan pasar merupakan risiko berdampak tinggi bagi entitas anak Perseroan yaitu CMNPro yang bergerak di bidang properti dan Girder Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi. Perkembangan moda transportasi angkutan barang dan jasa berlangsung sangat dinamis, dan hal ini menimbulkan potensi risiko labilnya pertumbuhan lalu-lintas di jalan tol. Perseroan mengelola risiko ini dengan mencermati berbagai tantangan dan peluang dalam berbagai moda transportasi berbeda, di dalam koridor jalan tol yang dikelola Perseroan atau Entitas Anak.
Risiko ini sedikit lebih rendah daripada risiko pencabutan konsesi pada masa proyek, karena solusi terhadap permasalahan selama pengoperasian justru berfokus pada keberlanjutan pelayanan transportasi kepada masyarakat.